BURUH MIGRAN DI LUAR NEGERI: Perempuan-Perempuan Perkasa

17 June 2004 - 16:02:32 | admin

Seperti halnya pada pelecehan seksual secara umum, pelecehan seksual terhadap buruh migran (baca: buruh migran perempuan) dewasa ini telah menjadi isu yang sangat krusial pada masyarakat internasional. Tidak dipungkiri bahwa tingginya jumlah buruh migran Indonesia yang bekerja di luar negeri telah membawa banyak keuntungan kepada pemerintah utamanya pada peningkatan devisa negara dari sektor luar negeri (foreign exchange), juga menjadi “ladang ekonomi” bagi lembaga penyalur tenaga kerja seperti PJTKI, lembaga perekrutan, calo, biro perjalan, dan lain-lain baik di negara asal maupun di negara tujuan (Heyzer & Wee, 1993; Ananta, 2000).

Walau demikian, kondisi dari buruh migran di negara tujuan tidak selamanya bagus, terkadang mereka rentan terhadap tindak pelanggaran hak asasi manusia seperti diskriminasi dan kekerasan selama bekerja. Tercatat bahwa pada tahun 1998 sekitar 250 kasus berkaitan dengan kondisi buruh migran perempuan asal Indonesia di luar negeri seperti pelecehan seksual, bekerja lembur tak diupah, pekerja dipulangkan tanpa dibayarkan upahnya, kasus hukuman mati dan sebagainya. Departemen Luar Negeri Indonesia menyebutkan bahwa sebanyak 500 kasus perkosaan telah terjadi di Arab Saudi, kebanyakan dari korbannya adalah pekerja di sektor domestik (domestic workers) (Irsan, 2001). Tindakan tersebut selain mempengaruhi kenyamanan bekerja, keamanan bekerja, merendahkan martabat dan nilai tawar perempuan, juga berdampak pada tingkat kesehatan secara umum dan kesehatan reproduksi perempuan. 

Tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji perjuangan kaum perempuan, terutama buruh migran, dalam menghadapi tindak pelecehan seksual saat bekerja. Tindak pelecehan seksual yang dimaksud adalah semua bentuk tindakan yang berhubungan dengan aspek seksual baik berupa ungkapan (verbal), gerakan (gestural), maupun kontak fisik tanpa dikehendaki atau diinginkan oleh TKIP (Tenaga Kerja Indonesia Perempuan) dengan sebab tindakan tersebut menyinggung atau merendahkan martabat perempuan seperti menyentuh organ seksual, menepuk pantat, mencium, memeluk dan semua bentuk tindakan seksual lainnya yang terjadi pada proses migrasi dan saat bekerja di luar negeri.

Data tentang tindak pelecelehan diperoleh dari studi empiris yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo dengan mengkombinasikan metode kuantitatif yakni survey dan metode kualitatif (observasi, Delphi study, diskusi terfokus dan in-depth interview). Analisis dilakukan terhadap data hasil survey dari 172 responden dan data hasil wawancara mendalam dari 16 partisipan. Data hasil observasi, Delphi study dan diskusi terfokus juga digunakan sebagai pelengkap analisis. []


*Klik untuk mengunduh makalah: Seminar Bulanan S.328 – Agus Joko Pitoyo | 17 Juni 2004