Buntut Pemangkasan Anggaran di Banyak Kementerian, Peneliti PSKK UGM Khawatirkan Indeks Pembangunan Manusia Terdampak

Radar Jogja – Berbagai kementerian di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto mengalami efisiensi anggaran. Hal itu tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun 2025.  Prabowo menargetkan dengan adanya efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pada 2025, diharapkan dapat membuat negara hemat hingga Rp 306,69 triliun.

Beberapa kementerian yang kena efisiensi anggaran, antara lain, kementerian pekerjaan umum, kementerian agama, kementerian kesehatan, hingga kementerian keuangan, serta kementerian dasar dan menengah.

Salah satu kementerian lain yang juga terkena efisiensi adalah kementerian pendidikan tinggi, sains, dan teknologi (Kemendiktisaintek). Di mana terkena pemangkasan anggaran Rp 22,5 triliun dari total pagu 2025 sebesar Rp 57,6 triliun.

Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) UGM Prof Dr Agus Heruanto Hadna mengungkapkan, efisiensi anggaran yang cukup besar dan masif ini sejatinya jadi situasi yang mengkhawatirkan.

“Kalau mengefisienkan anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan, ini masalah besar,” katanya kepada Radar Jogja  Kamis (13/2/2025).

Ia menyoroti, aspek pendidikan dan kesehatan jadi dua komponen yang sangat memengaruhi human development index, atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Jika terjadi efisiensi anggaran, dan program-program dari dua sektor itu tidak berjalan optimal maka ada potensi bahwa IPM di Indonesia bisa turun.

Diakui, komponen pengukur IPM sendiri secara umum dilihat dari aspek pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Jika hal-hal tersebut terdampak, maka juga akan berimbas ke tingkat harapan hidup, tingkat kesejahteraan ekonomi, angka melek huruf, hingga pendidikan dan standar hidup.

“Kalau ini terjadi, dampaknya menurut saya luar biasa dan bakal jangka panjang,” ujarnya mengingatkan.

Hadna memberikan contoh salah satunya visi Indonesia Emas 2045, di mana Indonesia memiliki bonus demografi dari angkatan kerja, dan usia produktif yang lebih banyak.

“Itu harus didukung oleh kesehatan yang memadai dan pendidikan yang berkualitas juga cukup,” pesannya.

Ia juga menyayangkan adanya efisiensi anggaran di sektor pendidikan dan kesehatan. Secara tidak langsung juga menunjukkan dua sektor itu belum termasuk kategori kebijakan populis dari sudut pandang pemerintah.

“Rezim yang baru berdiri itu butuh legitimasi dan mencari kebijakan populis. Sayangnya pendidikan bukan kebijakan yang populis saat ini,” lontarnya.

Hadna menekankan, sektor pendidikan dan kesehatan perlu ditingkatkan secara beriringan. Karena dua hal itu berperan penting dalam membangun IPM Indonesia.

Jika salah satu aspek dieliminasi, permasalahan kompleks dan besar akan terjadi. Serta akan jauh lebih susah untuk mencari penyelesainnya.

“Dampaknya tidak saja pada generasi hari ini, namun juga generasi berikutnya,” tandasnya.

***

*Artikel ini terbit di laman Radar Jogja https://radarjogja.jawapos.com/pendidikan/655643467/buntut-pemangkasan-anggaran-di-banyak-kementerian-peneliti-pskk-ugm-khawatirkan-indeks-pembangunan-manusia-terdampak