![](https://cpps.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/47/2021/08/APA-2021.jpeg)
CPPS UGM – Aktivitas fisik masih menjadi isu yang harus diperhatikan di Indonesia. Ketidakaktifan gerak fisik menjadi salah satu penyebab berbagai penyakit hingga dapat mengakibatkan kematian.
Data WHO 2018 menunjukkan, 73 persen kematian di dunia disebabkan Penyakit Tidak Menular (PTM), yaitu 35 persen akibat penyakit kardiovaskular, 21 persen akibat penyakit menular, maternal, perinatal, dan nutrisi, sementara 12 persen akibat kanker, 6 persen akibat diabetes mellitus, dan 15 persen akibat PTM lainnya.
Di Indonesia, prevalensi PTM masih tinggi karena gaya hidup yang tidak sehat. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa 95,5 persen masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah. Kemudian 33,5 persen masyarakat kurang beraktivitas fisik, 29,3 persen masyarakat usia produktif merokok setiap hari, 31 persen mengalami obesitas sentral serta 21,8 persen mengalami obesitas pada usia dewasa.
Dyah Anantalia Widyastari, Peneliti Institute for Population and Social Research, Mahidol University, Thailand, memaparkan hasil penelitian bertajuk “Sociodemographic Differentials of Physical Activity of Indonesia: An analysis of the 5th Wave of Indonesia Family Life Survey (IFLS5)” dalam acara Asian Population Association (APA) Conference pada Selasa, 3 Agustus 2021.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa seseorang yang berpendidikan tinggi memiliki aktivitas fisik lebih sedikit karena cenderung duduk lebih lama di kantor atau melakukan aktivitas di depan laptop dengan durasi lama.
“Mereka yang berpendidikan tinggi tidak berarti mereka tidak mengetahui hal ini, namun mereka tidak memiliki cukup waktu untuk melakukan aktivitas fisik. Mereka biasanya akan melakukan aktivitas fisik menggunakan properti di sekitarnya, seperti kursi dan sebagainya,” ujar Dyah.
Selain itu, perbedaan jenis kelamin juga memengaruhi aktivitas fisik masyarakat Indonesia, yaitu 51 persen laki-laki dan 48 persen perempuan. Perbedaan usia dan jenis kelamin dalam aktivitas fisik juga menunjukkan bahwa laki-laki, orang dewasa, dan orang tua lebih mungkin untuk memenuhi tingkat aktivitas fisik sedang hingga kuat (MVPA) dari perempuan dan remaja.
“Perempuan cenderung kurang aktif dibandingkan laki-laki. Meskipun mereka memiliki harapan hidup lebih lama, mereka bisa hidup di bawah ketidaksetaraan. Oleh sebab itu, Indonesia diharapkan dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat untuk mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik dan harapan hidup yang lebih panjang,” jelas Dyah.
Dyah menambahkan, jika dilihat dari wilayah tempat tinggal, penduduk perdesaan 1,3 kali lebih aktif dari penduduk perkotaan. Sementara itu, dari segi sosial ekonomi, seseorang yang berasal dari keluarga kaya 12 kali lebih mungkin untuk memenuhi tingkat aktivitas fisik.
Dyah menegaskan bahwa aktivitas fisik ini tidak hanya ditentukan oleh faktor individu, tetapi juga strategi promosi kesehatan yang harus ditujukan kepada masyarakat serta pada tingkat makro (kebijakan) untuk menjembatani ketimpangan akibat hambatan sosial, ekonomi, dan budaya.
Penulis: Nuraini Ika & Rinta Alvionita / Media CPPS UGM | Editor bahasa: Rinta Alvionita | Foto: Tangkapan layar zoom APA Conference (4/8)