THE XI IASSCS CONFERENCE: Studi PSKK UGM tentang LGBT Dipresentasikan

19 Juli 2017 | admin
Berita PSKK, Main Slide, Media

Yogyakarta, PSKK UGM – Pandangan masyarakat Indonesia terhadap kelompok LGBT (lesbian, biseksual, gay, dan transgender) cukup beragam. Namun, secara umum sebagian besar masyarakat masih memandang seksualitas non normatif seperti LGBT sebagai bentuk perilaku yang menyimpang.

Hal itu disampaikan oleh Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, Sri Purwatiningsih, M.Kes. dalam presentasinya yang berjudul The Difficulty of Being LGBT in the Strongly Heteronormative Environment in Indonesia. Sri mempresentasikan hasil penelitiannya di Kupang (Provinsi Nusa Tenggara Timur), Pontianak (Provinsi Kalimantan Barat), dan Yogyakarta tersebut dalam sesi pararel The IX International Association for the Study of Sexuality, Culture, and Society (IASSCS) Conference, Bangkok, Thailand, Jumat (14/7) lalu.

Penelitian yang pernah dilakukan pada 2013 ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana serta bentuk diskriminasi apa saja yang dihadapi oleh kelompok LGBT. Melalui penelitian ini pula diselidiki tantangan serta praktik yang baik guna memerangi bentuk-bentuk diskriminasi tersebut.

Sri menyampaikan, melalui analisis situasi (situation analysis), kelompok LGBT dinilai menyimpang dari norma-norma yang berlaku di masyarakat karena identitas gender serta orientasi seksualnya yang berbeda (SOGI – Sexual Orientation and Gender Identity). Di dalam masyarakat yang cenderung heternormatif, semua orang diasumsikan sebagai heteroseksual sehingga kelompok LGBT menjadi “tidak tampak” di dalam situasi sosial. Saat kelompok LGBT muncul, legitimasi orientasi seksual mereka kemudian dipertanyakan.

“LGBT kemudian dinilai tidak normal. Stigma, perlakuan yang diskriminatif, bahkan hingga aksi kekerasan terhadap kelompok LGBT dinilai sebagai suatu kewajaran, hal yang sudah sepatutnya,” kata Sri.

Di dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pun kelompok LGBT kerap mengalami hambatan, misalnya kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan yang laik. Di dalam dunia kerja, diskriminasi terhadap LGBT sudah terjadi sejak proses seleksi kerja. Melalui wawancara mendalam dengan beberapa teman LGBT, ada yang cerita bahwa telah lulus tes tertulis maupun praktek di sebuah pabrik garmen. Namun, terkendala di saat tes wawancara. Persoalan dilematis ini pada akhirnya membuat beberapa teman LGBT memilih untuk tidak secara terbuka mengaku dirinya sebagai LGBT.

Sri menambahkan, keyakinan terhadap agama berperan dalam pembentukan sikap dan pandangan masyarakat terhadap SOGI yang berbeda. Keyakinan ini menegaskan heteronormativitas, baik di tingkat personal maupun struktural. Akibat. setiap orang menganut budaya keagamaan yang relatif sama, bahkan bagi mereka yang tidak relijius secara pribadi pun, tidak toleran terhadap homoseksualitas.

Stigma sering datang dari orang-orang yang paling dekat dengan kelompok LGBT seperti orang tua dan anggota keluarga lainnya. Sikap keluarga ini berangkat dari interpretasi mereka terhadap ajaran-ajaran agama. Mereka merasa malu karena salah satu dari anggota keluarganya memiliki identitas gender serta orientasi seksualnya yang berbeda. Ketidakmampuan menyelesaikan konflik dengan anggota keluarga ini sering membuat LGBT melarikan diri dari rumah atau bahkan diusir oleh keluarga.

“Ada beberapa teman LGBT yang memilih menginternalisasi heteronormativitas, mempercayai bahwa pernikahan dapat menyembuhkan mereka dan mengembalikannya ke lipatan dunia heteroseksual,” kata Sri lagi.

The XI IASSCS Conference, Thailand

Konferensi pertama International Association for the Study of Sexuality, Culture, and Society (IASSCS) diselenggarakan di Amsterdam, Belanda. Adapun misi IASSCS adalah untuk memperkuat penelitian serta kapasitas di dalam melakukan penelitian tentang dimensi-dimensi sosial kultural dari seksualitas dengan perhatian khusus untuk mendorong ekuitas penelitian di negara-negara selatan. IASSCS juga berkomitmen terhadap berbagai kegiatan penelitian, termasuk memperkuat komunikasi dan mendorong kolaborasi di antara para peneliti, pengambil kebijakan, dan aktivis/advokat. Misi ini dilakukan dengan berpegang pada prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia, fokus terhadap hak seksual dan kesetaraan jender seperti yang tertera pada dokumen-dokumen seperti Program Aksi Kairo, CEDAW, dan Deklarasi UNGASS tentang HIV/AIDS. [] Media Center PSKK UGM | Peserta The XI IASSCS Conference di Thailand/@arrow_women doc.