UGM: KTP dan Akta Kelahiran Sebaiknya Dijadikan Satu | Tirto.id

13 Januari 2017 | admin
Arsip Media, Main Slide, Media

Yogyakarta, tirto.id – Sebagaimana diketahui, selama ini warga Indonesia memiliki banyak kartu identitas. Pemerintah pusat diminta untuk menggabungkan akta kelahiran dengan kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP setiap penduduk Indonesia. Dengan begitu, setiap penduduk Indonesia hanya punya satu kartu identitas diri.

“Jadi setiap penduduk di Indonesia memiliki hanya satu identitas diri untuk seluruh keperluannya, dari sejak lahir hingga meninggal dunia,” ujar Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Heruanto Hadna di Kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta.

Mekanismenya dapat dilakukan dengan memberikan satu kartu identitas atau single identity card (SIC) kepada setiap bayi yang baru lahir. Artinya, Hadna menjelaskan, pemberian SIC kepada bayi baru lahir disatukan dengan pemberian akta kelahiran.

“Jadi, sejak lahir setiap bayi di Indonesia sudah memiliki SIC yang sekaligus didalamnya merupakan akta kelahiran bayi tersebut,” katanya seperti dikutip Antara, Kamis (12/1/2017).

Dengan proses tersebut, maka pemerintah bisa segera memiliki database tentang jumlah bayi baru lahir di Indonesia, sekaligus juga telah melakukan pendataan SIC bayi tersebut, katanya.

Sementara itu, bagi penduduk yang telah lahir sebelumnya maupun yang telah memiliki e-KTP, maka pendataan dilakukan dengan menyatukan nomor induk pada akta kelahiran dengan e-KTP penduduk tersebut.

“Pada akhirnya, seluruh masyarakat Indonesia akan memiliki SIC yang tertata rapi dan menjadi rujukan pemerintah untuk berbagai program pembangunan,” terang Hadna.

Penggabungan akta kelahiran ke dalam SIC, diyakini Hadna juga akan memangkas biaya pembuatan berbagai identitas penduduk lainnya. Seperti biaya pembuatan buku tabungan, buku asuransi, buku kesehatan, dan yang lainnya.

Selain itu, pemberian SIC kepada penduduk sejak lahir juga akan membantu pemerintah untuk memantau perkembangan setiap penduduknya agar terhindar dari keterlibatan pada organisasi terlarang, seperti ISIS.

Sebabnya, penduduk di Indonesia memiliki banyak sekali kartu identitas, mulai dari akta kelahiran, kartu pelajar, kartu tabungan, e-KTP, dan yang lainnya. Bahkan, acapkali pemerintah tidak bisa memantau perkembangan penduduknya sebelum berusia 17 tahun, karena belum memiliki KTP.

“Artinya, selama 17 tahun negara kehilangan investasinya dari penduduk tersebut karena tidak tahu perkembangan penduduknya. Karena itu, pemberian SIC kepada penduduk sejak ia lahir, perlu segera diwujudkan untuk menata administrasi penduduk. Sebab, SIC itu punya banyak kepentingan yang sangat berguna untuk pembangunan negara,” tandas Hadna. [] Ratna Yuliana Ratnasari

*Sumber: tirto.id