SDGs 2030: Selain Kemiskinan, Tingginya AKI Masih Jadi PR Indonesia

09 Desember 2016 | admin
Berita PSKK, Main Slide, Media, Pojok SDGs, Seminar

Yogyakarta, PSKK UGM – Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) sudah diserukan secara global. SDGs disebut lebih komprehensif dan lebih menantang daripada Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) karena muatan isu-isunya yang juga jauh lebih kompleks.

Memasuki SDGs, Indonesia sebetulnya masih menyisakan sekian pekerjaan rumah dari MDGs. Pertama, penurunan angka kemiskinan serta kaitannya dengan Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index). Meski angka kemiskinan terus turun, tren tersebut cenderung melambat beberapa tahun terakhir.

“Untuk IPM pun demikian, meski mengalami kemajuan, IPM Indonesia masih berada pada peringkat 110 dari 184 negara, jauh di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand,” ujar Dr. Sukamdi, M.Sc., pakar kependudukan dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada (PSKK UGM) dalam Seminar “Peran Kebijakan Kependudukan dalam Penanggulangan Kemiskinan”, Kamis (1/12) lalu.

Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, bekerja sama dengan PSKK UGM dan Ikatan Peminat dan Ahli Demografi Indonesia (IPADI) DIY tersebut, Sukamdi menambahkan, PR Indonesia lainnya, antara lain kondisi nutrisi untuk anak usia di bawah lima tahun yang masih memprihatinkan, prevalensi HIV/AIDS, tingginya angka kematian ibu (AKI), serta rendahnya akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi laik, khususnya di wilayah perdesaan.

“Saat melaksanakan SDGs, kita tidak boleh lupa bahwa kita masih punya pekerjaan rumah, terutama angka kematian ibu yang sangat tinggi. Dalam pencapaian konsensus konferensi kependudukan tingkat dunia atau ICPD pun rapor Indonesia merah untuk ini,” ujar Sukamdi lagi.

Badan Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) dalam Laporan “Transitioning from the MDGs to the SDGs” menyampaikan, Indonesia memang memiliki pencapaian yang baik dalam MDGs. Dalam dua dekade terakhir, proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 32 persen (1991) ke 91,51 persen (2015), kemudian tingkat prevalensi kontrasepsi (semua metode) naik dari 50 persen (1991) menjadi 58,99 persen (2015), dan perawatan antenatal hampir mencakup keseluruhan karena 85,72 persen (2014) ibu hamil telah melakukan empat kali kunjungan maupun lebih untuk memeriksakan kehamilannya. Sedangkan untuk kebutuhan keluarga berencana yang belum terpenuhi (unmet need) turun sedikit dari 17 persen (1991) menjadi 11,4 persen (2012).

Sayangnya, angka kematian pada ibu masihlah tinggi. Data Survei Penduduk Antar Sensus yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan, ada 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran pada 2015. Angka tersebut lebih dari dua kali lipat tingginya dibandingkan dengan yang ditargetkan MDGs, yakni 102 pada 2015. Kekhawatiran lainnya adalah soal kualitas dan akses pelayanan kesehatan serta kesenjangannya yang terjadi di antarprovinsi.

Kasus kematian pada ibu utamanya disebabkan oleh perdarahan (37 persen), infeksi (22 persen), dan tekanan darah tinggi saat kehamilan (14 persen) menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Untuk kasus pendarahan, umumnya dialami oleh para ibu yang usianya masih terlalu muda, usia terlalu tua, jarak kehamilan yang terlalu rapat, serta terlalu banyak anak (4 Terlalu). Di sinilah arti pentingnya program Keluarga Berencana (KB).

Seringkali korelasi antara manfaat KB dengan penurunan AKI tidak begitu dilihat. Namun, rendahnya pemahaman maupun akses terhadap layanan KB sebetulnya turut mempengaruhi naiknya AKI. Banyak pasangan usia subur (PUS) yang tidak mendapatkan pelayanan KB (unmet need), padahal hal tersebut bisa meningkatkan AKI karena aborsi yang tidak aman. Aborsi karena kehamilan yang tidak diinginkan (unwanted pregnancy) memberikan kontribusi terhadap AKI sampai 12 persen.

Oleh karena itu, menurut Sukamdi, kebijakan untuk menurunkan angka kematian ibu akan lebih komprehensif jika ditegaskan dengan program Keluarga Berencana (KB).

“KB masih berperan penting untuk menurunkan AKI yang masih menjadi agenda pembangunan ICPD maupun MDGs. Memasuki SDGs, kita perlu memulai dari apa yang tertinggal saat MDGs,” jelas Sukamdi. [] Media Center PSKK UGM.