Ekonomi Tumbuh, Indonesia Masih Harus Menyelesaikan Masalah Ketimpangan

20 Desember 2016 | admin
Berita PSKK, Main Slide, Media, Pojok SDGs

Yogyakarta, PSKK UGM – Mengakhiri kemiskinan (end poverty in all its forms everywhere) merupakan poin pertama dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Meski ekonomi tumbuh secara signifikan dalam dua dekade terakhir, Indonesia masih menghadapi tantangan terberat, yakni kemiskinan dan ketimpangan.

Sejak 1999 angka kemiskinan sudah turun lebih dari setengah menjadi 10,86 persen pada Maret 2016. Pencapaian yang baik, akan tetapi menurut data Badan Pusat Statistik masih ada 28,01 juta orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, di beberapa provinsi seperti di kawasan Indonesia timur, angka kemiskinannya melampaui rata-rata angka kemiskinan nasional.

Selain berhasil menurunkan angka kemiskinan, pertumbuhan ekonomi berdampak pula pada tumbuhnya kelas menengah. Diperkirakan, pada 2020 jumlah kelas menengah mencapai 135 juta orang. Sayangnya, pertumbuhan lebih banyak dinikmati oleh 20 persen masyarakat berpendapatan tinggi daripada 40 persen masyarakat berpendapatan rendah. Tingkat konsumsi masyarakat berpendapatan rendah hanya tumbuh kurang dari 2 persen per tahun (2003-2010), sedangkan 10 persen masyarakat berpendapatan tinggi tingkat konsumsinya tumbuh 6 persen.

Hal ini mendorong kenaikan pada perhitungan koefisien gini dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. BPS mencatat, indeks koefisien gini per Maret 2016 berada pada angka 0,397 setelah setahun sebelumnya berada pada angka 0,408.

Terkait itu, Peneliti Senior Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Dr. Sukamdi, M.Sc. menyampaikan agenda SDGs yang diterapkan oleh pemerintah sebaiknya tidak hanya terpaku pada bagaimana cara menurunkan angka kemiskinan, melainkan juga strategi untuk mengurangi disparitas atau kesenjangan. Tantangan SDGs yang dihadapi akan jauh lebih berat jika dibandingkan dengan MDGs.

“Kita memiliki tantangan yang lebih berat di sini. Bukan hanya secara substansi tentang penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan, melainkan juga dari sisi teknisnya. Indikator SDGs yang ditetapkan baik global maupun nasional jauh lebih banyak dibandingkan MDGs,” kata Sukamdi.

Secara global, PBB menetapkan adanya 17 tujuan, 169 target, dan 240 indikator di dalam SDGs. Jauh lebih banyak dan kompleks jika dibandingkan dengan 8 tujuan, 18 target, dan 48 indikator MDGs. Terlebih lagi, Indonesia menyusun indikator nasional yang jauh lebih banyak daripada yang telah ditetapkan oleh PBB, yakni 323 calon indikator SDGs.

Salah satu persoalan utama dalam implementasi SDGs adalah ketersediaan data. Sukamdi mengatakan, melihat, indikator-indikator nasional yang telah disusun, sebetulnya ada banyak data yang tidak dimiliki oleh pemerintah sehingga proses pemantauan dan penilaian (monitoring and evaluation) akan sulit ke depannya. Butuh komitmen politik yang kuat baik dari legislatif maupun eksekutif dalam rangka menyiapkan data-data tersebut.

Kependudukan dan kemiskinan

Lalu dimana posisi strategis isu kependudukan dalam upaya penanggulangan kemiskinan? Kita tidak bisa menilai bahwa kebijakan kependudukan bisa secara langsung menurunkan angka kemiskinan. Kebijakan kependudukan berada pada posisi untuk menciptakan kondisi dimana kebijakan penanggulangan kemiskinan bisa dilakukan lebih baik.

Sukamdi kembali menyampaikan, jika kemiskinan dimaknai sebagai akibat dari over population, maka pengendalian jumlah penduduk menjadi penting guna memudahkan upaya penanggulangan kemiskinan. Selain itu, perubahan struktur penduduk karena upaya pengendalian ikut menciptakan windows of opportunity atau bonus demografi. Jumlah penduduk usia produktif yang tinggi disertai angka beban ketergantungan yang rendah menjadi peluang kemajuan bangsa.

Persoalan kemiskinan juga kerap dimaknai sebagai akibat dari tidak seimbangnya jumlah penduduk dengan sumber daya pembangunan yang tersedia. Jawa sudah terlampau padat, namun penerapan kebijakan tentang transmigrasi seperti di masa lampau pun kurang relevan untuk saat ini. Maka, diperlukan kebijakan pengarahan mobilitas penduduk yang tepat untuk memaksimalkan utilitas sekaligus untuk pengelolaan sumber daya ekonomi.

Selain kuantitas penduduk, lalu mobilitas dan distribusi penduduk, kemiskinan kerap berkaitan pula dengan aspek pembangunan keluarga dan kualitas penduduk. Bagi Sukamdi, pada dasarnya kebijakan kependudukan bisa secara efektif mendukung upaya penanggulangan kemiskinan apabila data kependudukan yang akurat, terbaru, dan dengan cakupan wilayah yang menyeluruh itu tersedia. [] Media Center PSKK UGM | Foto: Antara