Berbagi Ilmu, Peserta School of Peace 2017 Mengunjungi PSKK UGM

14 September 2017 | admin
Berita PSKK, Kegiatan, Main Slide, Media

Yogyakarta, PSKK UGM – Sebanyak 25 peserta School of Peace (SOP) 2017 melakukan kunjungan ke Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada pada Rabu (13/9) siang. Para peserta adalah anak-anak muda yang berasal dari sepuluh negara yang berbeda, seperti Indonesia, Timor Leste, Kamboja, Filipina, Myanmar, Bangladesh, Thailand, Korea Selatan, China, dan Nepal. Sebagian dari mereka bahkan berasal dari wilayah yang rawan konflik.

Melalui kegiatan SOP, para peserta berkumpul untuk saling berbagi tentang pandangan, pengalaman, budaya, agama hingga kepercayaan yang berbeda-beda. Melalui kegiatan yang telah berjalan hampir dua bulan tersebut, peserta juga belajar akan pentingnya sikap hidup untuk saling menghormati dan menerima. Berkunjung ke kantor PSKK UGM, para peserta diterima oleh beberapa struktur pemimpin PSKK UGM, antara lain Dr.soc.pol. Agus Heruanto Hadna, Dr. Pande Made Kutanegara, dan Prof. Dr. Muhadjir Darwin. Hadir pula pemerhati isu intoleransi dan multikulturalisme UGM yang juga merupakan staf peneliti PSKK UGM, Dr. Hakimul Ikhwan.

Dalam presentasi singkatnya, Pande Made menyampaikan, PSKK UGM belakangan juga terlibat dalam sebuah studi untuk melihat dinamika sosial dan potensi konflik di Yogyakarta, mengingat Yogyakarta dalam satu dekade ini mengalami transformasi yang signifikan. Transformasi tersebut salah satunya bisa dilihat dari maraknya pembangunan infrastruktur akibat tingginya kunjungan wisatawan. Belum lagi daya tarik Yogyakarta sebagai daerah tujuan pendidikan mendorong banyak orang hijrah untuk meneruskan jenjang sekolah.

Sebagai daerah tujuan pendidikan serta wisata, keberagaman bukanlah hal yang baru bagi Yogyakarta. Masyarakat Yogyakarta dikenal memiliki nilai yang relatif terbuka, fleksibel, dan toleran terhadap keberagaman. Meski demikian, tidak berarti Yogyakarta bebas dari potensi konflik. Pande menjelaskan, survei PSKK UGM menunjukkan potensi konflik di Yogyakarta bersifat laten sebagai konsekuensi logis dari perubahan sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang dialaminya. Selain penjelasan singkat dari Pande, sebelumnya juga ada presentasi dari Dr. Jung Ji-seok dari Border Peace School yang menceritakan tentang eskalasi konflik antara Korea Selatan dan Korea utara serta gerakan atau upaya perdamaian yang muncul dari kekuatan unsur masyarakat.  [] Media Center PSKK UGM